Kamis, 26 Juli 2012

Pneumatic Valve

Habis ngomongin desmo daripada nganggur yuk ngomongin Pneumatic valve...



Pneumatic Valve adalah sebuah Valve yang menggunakan Nitrogen bertekanan tinggi, knapa menggunakan nitrogen adalah karena sifat dari nitrogen yang tidak sensitif dengan temperatur.
tekanan yang diberikan pun cukup besar, bisa mencapai 12500Psi atau sekitar 170 bar. Katup ini sangat baik digunakan pada mesin mesin yang berkerja pada RPM belasan ribu. COntoh F1 bisa mencapai putaran 14 ribu sampai melebihi 20 ribu rpm. Demi menjaga agar tidak floating maka perlu katup jenis ini. Saat ini bukan hanya dikembangkan oleh F1 tetapi juga pada MotoGp khususnya honda.
Katup ini sangat rumit dan tentunya MAHALL.....


Desmodromic Valve

Kebetulan lagi asik-asik ngobrolin motor, eh malah nyerempet desmodromic... lagian juga jd inget sama temen yang sok tau sok pinter n bilang klo desmodromic pake spring (what? pake spring?)... padahal sudah dijelasin panjang lebar egh malah ngeyel... ya pintar boleh sih tapi klo sok pinter??
walah2.. jd curcol... langsung aja... biar sekalian menjelaskan kepada teman saya yang "pinter" itu...

Tahun 1950an Fabio Taglioni menciptakan sebuah katup desmodromic. Keandalan teknologi ini sudah terbukti dengan keberhasilan Ducati menjadi juara dunia ajang World Superbike (WSBK) sebanyak 17 kali. Ducati meraih gelar WSBK pada tahun 1990, 1991, 1992, 1994, 1995, 1996, 1998, 1999, 2001, 2003, 2004, dan 2006. Berbekal kesuksesan tersebut Ducati pun masuk ke ajang MotoGP pada 2003.



Pada valve spring konvensional saat kecepatan meningkat maka momentum yg terjadi melampaui kemampuan spring untuk kembali secara sempurna sebelum TMA yg dapat berakibat piston bercuman mesra dengan katup dan juga adalah Valve float yaitu katup tidak menutup dengan sempurna yang mengakibatkan kurangnya kompresi pada silinder. 



Oleh karena itu munculah sistem desmodromic. Desmodromic tidak bergantung pada spring tetapi mengikuti rocker arm dari masing masing katup.  Ada 2 buah rocker arm, 1 rocker arm normal bekerja membuka katup dan 1 rocker arm bekerja menutup katup dan keduanya digerakkan oleh 1 cam.Pasti kalau mendengar bunyi Ducati agak berisik.. ini akibat dari Desmodromic yang menghasilkan noise dari pergerakan ujung batang katup. Desmodromic juga mahal karena perlu perawatan lebih pendek akibat dari sistem yang terdiri dari part part yang sangat presisi.
Cam Desmodromic juga berbeda dgn mesin pada umumnya, desmo menggunakan perbandingan 1:1 sedangkan mesin 4 tak yang lain biasanya menggunakan perbandingan 1:2. Sistem Desmodromic juga membuat kondisi motormenjadi lebih irit daripada yang menggunakan Spring valve.




BigBang Engine

Mesin BingBang adalah mesin yang memiliki firing setiap silinder dalam waktu yang hampir bersamaan, hanya ada sedikit jeda sebelum silinder lain mengalami pengapian. Sebelum firing kembali ke 4 silinder ada sebuah interval waktu yang cukup lama sehingga penyaluran tenaga menjadi lebih wajar.



Mesin BingBang lebih awet dalam pemakaian serta sangat lincah ditikungan sehingga diunggulkan saat terjadi dogfight. Berdasarkan penelitian BigBang lebih cepat 5mph saat keluar dari tikungan dan lebih bisa late braking sebelum masuk tikungan dan fuel consumption lebih hemat 3%.

SCREAMER ENGINE

Mesin Screamer adalah mesin yang menganut pengapian seimbang karena beda derajat waktu pengapian tiap silinder adalah sama alias merata yang terjadi setiap 180 derajat untuk 1 silinder ke silinder berikutnya, jadi diperlukan 720 derajat putaran pada crankshaft untuk melakukan firing kesemua 4 silinder mesin.

Power yang dihasilkan pada mesin screamer nyaris konstan pada setiap waktu. Mesin Screamer sulit dikendalikan pada saat ditikungan yaitu saat throttle ditutup ketika masuk tikungan kemudian harus menjaga rpm ditengah tengah tikungan dan membuka throttle diujung tikungan untuk mendapatkan akselerasi sehingga menggunakan mesin screamer membutuhkan skill dan konsentrasi yang mumpuni untuk menaklukkannya.
  Karena tenaganya yg luar biasa bisa membuat rider mengetahui karakter mesinnya dan pada tahun 1997 hanya Mick Doohan yg bisa bawa motor ini sedangkan yang lainnya jumpalitan salto depan belakang.  masih ingat DUcati Stoner tahun 2007?? Ducati menggunakan mesin screamer dan hasilnya...?? trek lurus gak ada yang ngalahin....







Rabu, 25 Juli 2012

Motorcycle RoadRacing Tires....

Racing Tires menjadi hal yang paling penting dan sangat diperhatikan dalam membuat sebuah motor yang kompetitif pada setiap balapan baik free practice, Qualifying maupun pada saat Race day... nah tentunya penggunaan jenis kompon tergantung dari kondisi cuaca apakah panas atau dingin, kondisi permukaan sirkuit apakah kasar atau halus serta gaya balap dari pembalap itu sendiri.... Tentunya pada saat Free Practice lebih mencari settingan yang pas serta kompon yang tepat, sedangkan dalam Qualifyng biasanya para pembalap menggunakan ban dengan kompon Soft agar time yang diperoleh sangat baik dan sedangkan pada saat Race day tergantung dari kondisi kondisi diatas....

Masih ada yang ingat beberapa pembalap yang terjatuh pada saat balapan baru berlangsung dan baru memasuki 1-2 tikungan pertama, alasan utamanya adalah kondisi ban yang belum panas. Kemudian ada juga beberapa pembalap yang terjatuh saat balapan tersisa 3-4 lap akibat kompon ban yang sudah habis.
Perlu diketahui lagi bahwa Jenis ban yang dipakai ada 3 macam yaitu Slick tires, Intermediate dan Wet tires. Untuk Slick Tires digunakan pada saat kondisi trek sangat kering, Intermediate tires untuk kondisi trek yang basah akibat hujan dan Wet tires untuk kondisi trek yang benar benar basah dan saat hujan masih mengguyur trek.

Slick Tires

Intermediate tires

Wet tires

Kita ambil contoh kondisi yang terjadi pada ban....
 Corner terakhir pada sirkuit Phillip Island, pada corner terakhir dari sirkuit ini sangat panjang dan cepat sehingga sangat berpengaruh pada kondisi ban belakang. Pada saat berakselerasi disirkuit ini panas akan berkumpul secara maksimum pada bagian ban sebelah kiri akibat adanya kontak permukaan antara ban sebelah kiri dengan permukaan trek, sedangkan bagian kanan ban tidak mengalami panas karena tidak bersentuhan dengan permukaan trek. Kondisi ini menyebabkan ban menjadi panas dan tidak mengalami grip yang sempurna dan berakibat sliding dan terjatuh.

 Berbeda pada Corner terakhir disirkuit Catalunya ban menjadi cepat panas pada saat pertengahan sirkuit dengan sudut rebahan yang sedikit. Sehingga bisa terjadi sliding dan motor tidak mau berbelok pada Corner kedua menyebabkan keluar dari sirkuit

 Sebagai contoh lagi pada Corner terakhir diSirkuit Sepang membutuhkan pengereman keras sehingga distribusi berat motor pindah kedepan dan mengakibatkan ban depan menjadi panas seluruhnya, ketika mulai masuk tikungan panas berkumpul semua dan berpindah pada bagian sisi ban. Tentunya menyebabkan terjatuh saat mau memasuki tikungan.

Tentunya dibutuhkan sebuah suhu yang optimal dari ban... Suhu terlalu rendah maka Grip yang dihasilkan juga rendah, sedangkan suhu yang dihasilkan tinggi makan Grip juga akan mengalami penurunan. Hal itu juga terjadi pada Tipe ban Soft dan Hard dari sisi Durabilitas dan Grip...

Mau lebih jelasnya monggo diliat...

Ketika Engine Assembly berbicara...

hmm... beberapa kali lagi liat liat video proses produksi beberapa kendaraan dan pesawat terbang ada satu hal yang membuat saya takjub apalagi kalau bukan Engine Assembly. Kok bisa? bayangin aja untuk membuat sebuah produk seperti mesin mobil  diperlukan berbagai macam Part dan dikerjakan setiap part dikerjakan khusus oleh divisi tertentu dan hasilnya disatukan dalam engine assembly menjadi sebuah mahakarya.... Bayangin aja satu mesin bisa memiliki ribuan part tergantung dari tingkat kerumitan serta teknologi yang dianut oleh mesin tersebut.
Coba lihat mesin dibawah ini... sangat seksi sekali bukan??


Disini ternyata menunjukkan bahwa mereka berbicara melalui gambar, satuan, sketsa dan pengetahuan dasar serta advance mengenai proses produksi tiap tiap bagian divisi.


Tentunya dalam proses assembly merupakan final sebelum ditestnya sebuah mesin... jadi bisa dibilang disini menunjukka kualitas, Presisi dan perlunya sebuah kesempurnaan agar mesin bekerja secara optimal. Tentu saja perbedaan beberapa mm, permukaan kasar, ukuran dan bentuk yang tidak sesuai walaupun hanya sangat kecil tidak dpt ditoleransi untuk menciptakan sebuah produk terbaik... tapi kalau dibilang untuk produk produk premium itu pasti.. klo produk produk pasaran secara global?? monggo dijawab sendiri....



Senin, 23 Juli 2012

Automotive Aerodynamic (Modern Era) (finish)

White (1967) mengembangkan metode rating, berbasiskan berbagai eksperimen pada full-scale cars di MIRA (Motor Industry Research Association), UK.

Metode rating White (1967) berprinsipkan:
Rating dengan angka yang rendah untuk bodi yang memiliki good flow quality,
•Detail bodi yang berpotensi merusak flow quality diberikan poin tambahan.
Coefficient of drag, CD, berbasiskan metode rating dari White (1967), sehingga dirumuska dengan
 
 
Meskipun metode rating ini tidak cocok diterapkan pada mobil-mobil modern (karena error yang cukup besar), namun metode ini memberikan gambaran mengenai bagian-bagian dari mobil yang berpengaruh besar pada drag

 
Metode optimisasi detail bodi dikembangkan di TU Braunschweig dan TU Darmstadt, Germany oleh Hucho, Janssen, dan Emmelmann pada 1970-an.
Diawali optimisasi detail bodi pada mobil VW Scirocco I dan VW Golf (Rabbit) I.

 VW Scirocco I

 VW Golf (Rabbit) I

Titik pijak metode optimisasi detail bodi:
Stylistic design dari detail (radius, curvature, taper, spoiler, dll) dimodifikasi untuk mencegah atau mengontrol separasi aliran sehingga drag dikurangi.


  
Metode optimisasi detail bodi yang dikembangkan oleh para insinyur Jerman cukup powerful.
Metode ini terbukti ampuh mereduksi CD VW Scirocco I dari 0.50 menjadi 0.41 (menyamai CD Opel GT dengan konsep streamlining).

 
Pada waktu itu, umumnya mobil memiliki CD = 0.40. Upaya untuk mereduksi CD < 0.40 masih sukar tercapai. Sehingga, metode optimisasi detail bodi sangat berguna untuk mereduksi CD mobil > 0.45 (misal: Fiat 126 Bambino).
Fiat 126 Bambino
 
Metode optimisasi detail bodi tidak dapat digunakan untuk mengurangi CD mobil sampai kurang dari 0.40.
Untuk menghasilkan CD < 0.40 dibutuhkan more advanced techniques (interactive shape optimization). 
Selanjutnya, metode shape optimization adalah dengan bodi yang memiliki extremely low drag dan kemudian dikonversikan menjadi real car dengan low drag.
Berbeda dengan metode optimisasi detail bodi, metode optimisasi bentuk bodi berpijak pada bodi dengan low drag yang kemudian dikonversikan menjadi real car melalui penggunaan teknik optimisasi step by step.


Metode optimisasi bentuk bodi dikembangkan di TU Braunschweig, Germany oleh Hucho mendekati akhir 1980 yang dilanjutkan oleh Bucheim dkk pada awal 1980-an.
 
Contoh terkenal dari penggunaan metode optimisasi bentuk bodi adalah Audi 100 III (dengan CD = 0.30).
Audi 100 III

 
Optimisasi bentuk bodi terus dikembangkan sampai sek`rang ini. Kekurangan dari metode optimisasi detail bodi dapat diperbaiki oleh metode optimisasi bentuk.
Sebagai contoh, Mercedez Benz 230 E dengan CD = 0.29 – 0.30 (diproduksi pada era akhir 1990-an).
 
Mercedez Benz 230 E

 
Selama kurun waktu 1990-an sampai 2000-an, para desainer otomotif terus mempertahankan optimisasi bentuk bodi dengan semakin meninggalkan kontur bodi konservatif menjadi kontur bodi yang smooth.
Sebagai contoh Honda Genio Civic dengan CD = 0.32 (diproduksi 1992).
 
Honda Genio Civic

 
Pergantian millenium, dimulai periode 2000-an sampai sekarang, para desainer otomotif semakin berani memaksimalkan optimisasi bentuk dengan menghasilkan desain bodi yang semakin membulat. Bahkan, konsep desain “Kamm-back” (akhir 1940-an) sangat menginspirasi. 
Sebagai contoh, Toyota Kijang Innova dengan CD = 0.30 (diproduksi 2004).
 
Dimensi utama kelompok mobil penumpang Eropa ditentukan berdasarkan ukuran mesin, ukuran drive train, dan kesediaan ruang untuk passengers dan volume dari bagasi. Hal ini juga berlaku untuk mobil Jepang. Namun tidak berlaku untuk mobil Amerika.
 
Akhirnya, Amerika juga mengikuti tren di Eropa dan Jepang dengan memberlakukan program “down-sizing” bodi.
Namun, proporsi utama dari bentuk bodi sedikit berbeda di antara mobil Amerika, Eropa, dan Jepang.
 
Untuk mobil penumpang, dilihat dari kerb weight dan perubahan dimensi selama 20 tahun, panjang, lebar, dan jarak wheelbase cenderung tetap sama.
Namun, ketinggian cenderung berkurang secara kontinyu untuk mobil penumpang.
Berpegang pada prinsip dasar aerodinamika otomotif, frontal area digunakan untuk menentukan ukuran sebuah mobil agar ukuran mobil sesuai dengan konsumsi bahan bakar yang hemat.

 

Automotive Aerodynamic Part 6 (Early Historical) (End)


Dipicu oleh kegagalan usaha Jaray untuk membuat bentuk mobilnya memiliki CD sebesar 0.15, W. E. Lay (seorang Amerika) melakukan penelitian di University of Michigan, Ann Arbor untuk memperbaiki kekurangan penelitian Jaray.
Pada awal tahun 1930-an, Lay melakukan modifikasi bentuk mobil di bagian front dan rear
Lay menyingkapkan interaksi yang kuat antara flow fields dari car’s fore body and rear end
Lay menemukan bahwa low drag dari long-tail model dapat dipertahankan hanya jika fore body berbentuk well attached. Sebaliknya, drag meningkat secara signifikan ketika aliran terseparasi pada lokasi steep windscreen.
Selanjutnya, jika drag sudah tinggi (disebabkan oleh karena blunt rear end) kenaikan drag dari steep windscreen hanya moderate.
Hal paling penting untuk kontribusi Lay (1933) adalah bahwa blunt rear end hanya menghasilkan kenaikan drag yang relative kecil jika dibandingkan dengan long tapered rear end.

Dari 1934, bentuk blunt rear end yang pertama kali dikembangkan oleh Lay menginspirasi pengembangan Kamm-back’ yang menggabungkan manfaat greater headroom pada back seat dengan keunggulan dari bodi dengan low drag.

The BMW 328 Kamm-back highlighted the benefits of Kamm's design

Konsep dari Kamm (1934) adalah:
Low drag tetap dapat dicapai karena flow tetap mengikuti kontur bodi (tidak cepat terseparasi) dan kemudian segera dipaksa untuk terseparasi (flow tidak lagi mengikuti kontur bodi) dengan memotong rear end pada lokasi yang memiliki much diminished cross-sectional area (untuk menghasilkan small wake
 
Sayangnya, Kamm (1934) tidak menyajikan practical design.
Koenig-Fachsenfeld (1936) yang lebih beruntung mendapatkan paten karena melakukan pengukuran drag pada cutt-off rear end (ide dari Kamm).
Koenig-Fachsenfeld (1936) menerapkan cutt-off rear end pada mobil dan membuktikan kebenaran teori dari Kamm. Sehingga, cut-off rear end menjadi dikenal dengan ’Kamm-back’


 
Lama setelah itu, Everling (1948) mengklaim bahwa dialah yang pertama kali menemukan keunggulan dari cut-off rear end ketika dia mendisain bus dengan cut-off tail.

Siapapun yang mengklaim ide cut-off rear end, Kamm adalah peneliti yang pertama kali melakukan penelitian yang mendalam mengenai rear end design pada 1935 di the Research Institute for Motor Vehicles and Vehicle Engines (FKFS) di Technical University of Stuttgart, Jerman.
Pada 1938, passenger vehicle yang pertama (dengan Kamm rear end), Everling car, dibuat.
 
 

Selanjutnya, automotive engineers mulai memikirkan side wind effects pada bodi mobil.
Sebelumnya, pergumulan utama automotive adalah drag dalam still air conditions (symmetrical oncoming flow).
 

Dimotivasi oleh true aerodynamically designed streamlines shapes yang masih sporadis (penemuan dari Jaray, Lay, Everling, Kamm), para peneliti di Amerika pada 1930-an mengembangkan konsep half-body cars.

Selanjutnya, pematangan konsep half-body cars kembali ke Jerman.
Di Göttingen, Schlör (student dari Prof. Ludwig Prandtl) menyempurnakan konsep half-body cars pada 1937 di Aerodynamische Versuchs-Anstalt (AVA).
Melalui analisa aliran melintasi Lange car, dibantu oleh Hansen, Schlör membuat mobil yang terkenal dengan Schlör car (menggabungkan 2 bentuk aerofoils 571 dan 570 yang masing-masing memiliki CD = 0.125) .

 
Pada ukuran sesungguhnya, Schlör car menghasilkan CD = 0.186 (di AVA wind tunnel). Nilai CD tersebut sesuai dengan CD = 0.189 yang dilakukan di TU Hannover pada 1939 dengan coast down test.
Kekurangan Schlör car adalah bodi mobil memiliki large frontal area yang tidak biasanya. Namun, perkembangan half-body car mencapai puncaknya dalam Schlör car.

 
Selanjutnya, era terakhir dari streamlined car adalah sejak 1956.
Perkembangan streamlined cars sempat terhenti oleh the Second World War.
Setelah itu, Citröen dan Panhard adalah satu-satunya yang melanjutkan konsep streamlined cars

Citröen ID 19 masih membawa ide Jaray (basic body dan attached profile).
Sementara Citröen GS dan CX lebih menganut ide Kamm (cut-off rear end).
Model streamlined car tidak terlihat pada Citröen BX

Namun, model streamlined car tidak terlihat pada Citröen BX.